Gangguan kepribadian sadistik adalah suatu tambahan yang kontroversial pada apendiks DSM III-R, dan tidak dimasukkan di dalam DSM IV. Orang dengan gangguan kepribadian sadistik menunjukkan pola kekejaman yang pervasif, merendahkan dan perilaku agresif, yang dimulai sejak anak-anak awal dan diarahkan kepada orang lain. Orang dengan gangguan ini kemungkinan menghina atau merendahkan orang lain dan biasanya telah mengancam atau menghukum orang lain dengan kasar yang tidak lazimnya, terutama anak-anak. Pada umumnya, orang dengan gangguan kepribadian sadistik merasa tertarik dengan kekejaman, senjata, cidera, atau penyiksaan. Untuk dimasukkan dalam kategori ini, orang tersebut tidak termotivasi semata-mata oleh keinginan untuk mendapatkan rangsangan seksual dari perilaku mereka; jika termotivasi demikian, parafilia dari sadisme seksual harus didiagnosis.
Selasa, 03 Juni 2008
GANGGUAN KEPRIBADIAN SADISTIK
GANGGUAN KEPRIBADIAN SADOMASOKISTIK
Gangguan ini bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM IV atau spendiksnya, tetapi dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian yang tidak diklasifikasikan. Sadisme (berasal dari nama seorang penulis di abad ke-18 yaitu Marquis de Sade, yang menulis tentang orang yang mengalami kenikmatan seksual saat menyiksa orang lain) adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain baik secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan psikologi pada umumnya. Sigmund Freud percaya bahwa pasien sadisme untuk mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan kepada orang lain apa yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.
Sedangkan masokisme (nama mengikuti Leopold von Sacher-Masoch, seorang penulis novel yang berasal dari Austria abad ke-19) adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa diri sendiri. Pada umumnya, yang dinamakan penderita masokisme moral mencari penghinaan dan kegagalan, bukannya sakit fisik. Menurut Sigmund Freud, kemampuan penderita masokisme untuk mencapai orgasme terganggu oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks dan perasaan tersebut dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman pada diri mereka sendiri. Pengamatan klinis menyatakan bahwa elemen perilaku sadisme dan masokisme biasanya ditemukan pada orang yang sama.
Tritment yang dapat diberikan yaitu:
Psikoterapi. Terapi psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif mereka yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.
GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPRESIF
Orang dengan gangguan kepribadian depresif adalah orang yang pesimistik, anhedonik, terikat pada kewajiban, meragukan diri sendiri dan tidak gembira secara kronis. Penyebab gangguan kepribadian depresif tidak diketahui, tetapi faktor yang terlibat dalam gangguan distimik dan gangguan depresif berat mungkin bekerja. Teori psikologis melihat adanya kehilangan pada awal kehidupan, pengasuhan orang tua yang buruk, superego yang menghukum, dan perasaan ekstrim.
Deskripsi klasik tentang kepribadian depresif diajukan tahun 1963 oleh Arthur Noyes dan Laurence Kolb, “Mereka merasakan kegembiraan kehidupan yang normal tapi hanya sedikit, dan cenderung kesepian dan serius, bermuram durja, patuh, pesimistik dan rendah diri. Mereka rentan untuk mengekspresikan penyesalan dan perasaan ketidakberdayaan dan putus asa. Mereka seringkali teliti, perfeksionistik, sangat berhati-hati, asyik dengan pekerjaan, merasa bertanggung jawab dengan tajam, dan mudah berkecil hati di kondisi yang baru. Mereka ketakutan akan celaan, cenderung menderita dalam kesepian dan kemungkinan mudah menangis, walaupun biasanya tidak di hadapan orang lain. Suatu kecenderungan untuk merasa ragu-ragu, tidak dapat mengambil keputusan dan berhati-hati menghianati perasaan ketidakamanan yang melekat”.
H. Akiskal menggambarkan 7 kelompok sifat depresif : (1) tenang introvert, pasif, tidak sombong; (2) bermuram durja, pesimistik, serius, dan tidak dapat merasakan kegembiraan; (3) mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, dan menghina diri sendiri; (4) bersifat ragu-ragu, kritik orang lain, sukar untuk memaafkan; (5) berhati-hati, bertanggung jawab dan disiplin diri; (6) memikirkan hal yang sedih dan merasa cemas; (7) asyik dengan peristiwa negatif, perasaan tidak berdaya dan kelemahan pribadi (Kaplan & Saddock, 1997 : 270).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 270):
a. Psikoterapi. Terapi kognitif membantu pasien mengerti manifestasi kognitif dari perasaan rendah diri dan pesimisme mereka. Beberapa pasien mempunyai respon terhadap tindakan menolong diri sendiri.
b. Farmakoterapi. Dengan pemakaian antidepresan, khususnya obat sorotonergik tertentu seperti sertraline (Zoloft).
GANGGUAN KEPRIBADIAN PASIF-AGRESIF
Orang dengan gangguan kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien. Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung; tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan (Kaplan & Saddock, 1997 : 268).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 269):
a. Psikoterapi. Dapat dilakukan dengan memberikan terapi supportif, untuk memunculkan motivasi pada diri pasien. Ahli terapi harus menyatakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dari perilaku pasif-agresif yang mereka lakukan.
b. Farmakoterapi. Antidepresan harus diresepkan jika indikasi klinis depresi dan kemungkina bunuh diri. Beberapa pasien berespon terhadap benzodiazepine, psikostimulan, tergantung pada keadaan klinis.
GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF-KOMPULSIF
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif ditandai oleh penyempitan emosional, ketertiban, kekerasan hati, sikap keras kepala dan kebimbangan. Gangguan ini sering terjadi pada pria dan sering pada anak tertua. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif memiliki keasyikan dengan keteraturan, kebersihan, perincian dan pencapaian kesempurnaan. Biasanya orang tersebut resmi dan serius dan seringkali tidak memiliki rasa humor. Mereka memaksakan aturan supaya diikuti secara kaku dan tidak mampu untuk mentoleransi apa yang dirasakannya sebagai pelanggaran. Karena takut mereka melakukan kesalahan, mereka mengalami kebimbangan dan berpikir dalam waktu yang lama untuk mengambil suatu keputusan.
Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori kognitif-behavioral, pasien gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak realistik mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal dalam mencapai perfeksitas, ia menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah, 1999 : 79).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 267):
a. Psikoterapi. Tidak seperti gangguan kepribadian lainnya, pasien gangguan kepribadian obsesif-kompulsif seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan atas kemauan sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan sangat dihargai oleh pasien gangguan ini. Terapi kelompok dan terapi perilaku biasanya memberikan manfaat tertentu. Pada kedua konteks, mudah untuk memutuskan pasien ditengah-tengah interaksi atau penjelasan maladaptif mereka. Melengkapi perilaku kebiasaan mereka mencegah meningkatkan kecemasan pasien dan menyebabkan mereka mudah mempelajari strategi baru.
b. Farmakoterapi. Clonazepam (Klonopin) adalah suatu benzodiazepine dengan antikonvulsan, pemakaian obat ini untuk menurunkan gejala pada pasien dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif parah. Clomipramine (Anafranil) dan obat serotonergik tertentu seperti fluoxetine mungkin berguna jika tanda dan gejala obsesif-kompulsif timbul.
Selain gangguan kepribadian yang telah disebutkan di atas, juga ada gangguan kepribadian yang tidak ditentukan dimana dalam DSM IV dicadangkan untuk gangguan yang tidak memenuhi ke dalam salah satu gangguan yang telah dijelaskan sebelumnya. Gangguan kepribadian yang dimaksud adalah:
GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
Orang dengan gangguan kepribadian dependen, menempatkan kebutuhan mereka sendiri dibawah kebutuhan orang lain. Meminta orang lain untuk mengambil tanggung jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak memiliki kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat jika sedang sendirian lebih dari suatu periode yang singkat. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering terjadi pada anak yang lebih kecil jika dibandingkan yang lebih tua. Gangguan kepribadian dependen ditandai oleh ketergantungan yang pervasif dan perilaku patuh. Orang dengan gangguan ini tidak mampu untuk mengambil keputusan tanpa nasehat dan pertimbangan yang banyak dari orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai perilaku gangguan kepribadian dependen (Kaplan & Saddock, 1997 : 263-264).
Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan tergantung. Pendekatan kognitif-behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif dan kecemasan dalam membuat keputusan (Martaniah, 1999 : 77).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 265):
a. Psikoterapi. Terapi gangguan kepribadian dependen seringkali berhasil, yaitu dengan proses kognitif-behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih ketegasan dan menumbuhkan rasa percaya diri. Terapi perilaku, terapi keluarga dan terapi kelompok semuanya telah digunakan dengan keberhasilan pada banyak kasus.
b. Farmakoterapi. Pasien yang mengalami serangan panik atau memiliki tingkat kecemasan perpisahan yang tinggi mungkin tertolong oleh imipramine (Tofranil). Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna.
GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR
Orang dengan gangguan kepribadian menghindar menunjukkan kepekaan yang ekstrim terhadap penolakan, yang dapat menyebabkan penarikan diri dari kehidupan sosial. Sebenarnya mereka tidak asosial karena menunjukkan keinginan yang kuat untuk berteman tetapi mereka malu; mereka memerlukan jaminan yang kuat dan penerimaan tanpa kritik yang tidak lazim. Orang dengan gangguan ini menginginkan hubungan dengan orang lain yang hangat dan aman tapi membenarkan penghindaran mereka untuk membentuk persahabatan kerena perasaan ketakutan mereka akan penolakan.
Mereka mudah sekali keliru dalam mengartikan komentar orang lain, seringkali komentar dari orang lain dianggap sebagai suatu penghinaan atau ejekan. Pada umumnya sifat dari orang dengan gangguan kepribadian menghindar adalah seorang yang pemalu. Menurut teori kognitif-behavioral, pasien sangat sensitif terhadap penolakan karena adanya pengalaman masa kanak-kanak, misalnya : karena mendapat kritik yang pedas dari orang tua (Martaniah, 1999 : 77).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 263):
- Psikoterapi. Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke dunia untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi penghinaan, penolakan dan kegagalan. Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk berlatih keterampilan sosial yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat memperberat harga diri pasien yang telah buruk. Terapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan harga diri mereka.
- Farmakoterapi. Beberapa pasien tertolong oleh penghambat beta, seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK
Gangguan kepribadian histrionik dutandai oleh perilaku yang bermacam-macam, dramatik, ekstovert pada orang yang meluap-luap dan emosional. Tetapi, menyertai penampilan mereka yang flamboyan, seringkali terdapat ketidakmampuan untuk mempertahankan hubungan yang mendalam dan berlangsung lama. Pasien dengan gangguan kepribadian hitrionik menunjukkan perilaku mencari perhatian yang tinggi. Mereka cenderung memperbesar pikiran dan perasaan mereka, membuat segalanya terdengar lebih penting dibandingkan kenyataannya.
Perilaku menggoda sering ditemukan baik pada pria maupun wanita. Pada kenyataannya, pasien histrionik mungkin memiliki disfungsi psikoseksual; wanita mungkin anorgasmik dan pria cenderung mengalami impotent. Mereka mungkin bahwa melakukan impuls seksual mereka untuk menentramkan diri mereka bahwa mereka menarik bagi jenis kelamin yang lain. Kebutuhan mereka akan ketentraman tidak ada habisnya. Tetapi, hubungan mereka cenderung dangkal dan pasien dapat gagal lagi tapi asyik dengan diri sendiri dan berubah-ubah (Kaplan & Saddock, 1997 : 20).
Ditinjau dari teori psikoanalisa, gangguan ini dapat muncul karena adanya parental seductiveness khususnya ayah terhadap anak perempuan. Orang tua yang mengatakan bahwa seks adalah sesuatu yang kotor tapi tidak sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan dimana perilaku menunjukkan bahwa seks itu adalah hal yang menyenangkan dan diinginkan (Nida Al Hasanat, 2004 : 20).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 260):
- Psikoterapi. Pasien dengan gangguan kepribadian histrionik seringkali tidak menyadari perasaan mereka yang sesungguhnya; dengan demikian penjelasan dalam (inner feeling) mereka adalah suatu proses yang penting. Psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik dalam kelompok atau individual, adalah terapi yang terpilih untuk gangguan kepribadian histrionik.
- Farmakoterapi. Farmakoterapi dapat ditambahkan jika gejala adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan antidepresan untuk depresi dan keluhan somatic, obat antiansietas untuk kecemasan dan antipsikotik untuk derealisasi dan ilusi.
GANGGUAN KEPRIBADIAN AMBANG
Pasien gangguan kepribadian ambang berada pada perbatasan antara neurosis dan psikosis dan ditandai oleh afek, mood, perilaku, hubungan objek, dan cinta dari yang sangat tidak stabil. Pasien gangguan kepribadian ambang hampir selalu tampak berada dalam keadaan krisis. Pergeseran mood sering dijumpai. Pasien dapat bersifat argumentatif pada suatu waktu dan terdepresi pada waktu selanjutnya dan selanjutnya mengeluh tidak memiliki perasaan pada waktu lainnya. Gangguan ini lebih banyak terdapat pada wanita dibandingkan laki-laki dan berdasarkan penelitian biologis ditemukan pada keluarga dimana ada yang memiliki gangguan yang sama.
Perilaku pasien gangguan kepribadian ambang sangat tidak bisa diramalkan; sebagai akibatnya mereka jarang mencapai tingkat kemampuan mereka. Sifat menyakitkan dari kehidupan mereka dicerminkan oleh tindakan merusak diri sendiri yang berulang, misalnya dengan mengiris pergelangan tangannya sendiri atau melakukan tindakan mutilasi diri lainnya untuk mendapatkan bantuan dari orang lain, untuk mengekspresikan kemarahan, atau untuk menumpulkan mereka sendiri dari afek yang melanda. Karena mereka merasakan ketergantungan dan permusuhan, pasien gangguan kepribadian ambang memiliki hubungan interpersonal yang tidak baik. Mereka dapat bergantung pada orang lain yang dekat dengan mereka, dan mereka dapat mengekspresikan banyak kemarahan pada teman dekatnya jika mengalami frustasi.
Dilihat dari pendekatan kognitif-behavioral, orang yang mengalami gangguan ini evaluasi dirinya selalau negatif, kurang percaya diri dalam mengambil keputusan, motivasi rendah dan tidak mampu mencari tujuan jangka panjang (Martaniah, 1999 : 73)
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 258):
a. Psikoterapi. Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan interpretasi bawah sadar secara mendalam. Terapi perilaku digunakan pada pasien gangguan kepribadian ambang untuk mengendalikan impuls dan ledakan kemarahan dan untuk menurunkan kepekaan terhadap kritik dan penolakan. Latihan keterampilan sosial, khususnya dengan videotape, membantu pasien untuk melihat bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain dan dengan demikian untuk meningkatkan perilaku interpersonal mereka.
b. Farmakoterapi. Antipsikotik dapat digunakan untuk mengendalikan kemarahan, permusuhan dan episode psikotik yang singkat. Anti depresan memperbaiki mood yang terdepresi yang sering ditemukan pada pasien. Inhibitor monoamine oksidase (MAO) efektif dalam memodulasi perilaku impulsive pada beberapa pasien. Benzodiazepine, khususnya alprazolam (Xanax), membantu kecemasan dan depresi, tetapi beberpa pasien menunjukkan disinhibisi dengan obat tersebut. Antikonvulsam, seperti Cabamazepine (Tegretol), dapat meningkatkan fungsi global pada beberapa pasien. Obat serotonenergik seperti fluoxetine dapat membantu pada beberapa kasus.
GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTISOSIAL
Gangguan kepribadian antisosial ditandai oleh tindakan antisosial atau kriminal. Gangguan ini lebih pada ketidakmampuan untuk mematuhi norma sosial yang melibatkan banyak aspek perkembangan remaja dan dewasa pasien. Keadaan seperti ini paling sering ditemukan perkotaan yang miskin dan diantara penduduk yang berpindah-pindah dalam daerah tersebut. Pasien dengan gangguan kepribadian antisosial seringkali menunjukkan kesan luar yang normal dan bahkan hangat dan mengambil muka. Tetapi riwayat penyakitnya menemukan banyak daerah kehidupan yang mengalami gangguan. Menurut David & Neale, gangguan ini muncul sebelum usia 15 tahun yang ditandai dengan perilaku nakal, lari diri dari rumah, sering berbohong, mencuri, membakar, atau merusak dengan cara lain. Pola ini akan berlanjut hingga dewasa yang ditandai dengan tidak memiliki tanggung jawab, bekerja tidak konsisten, melawan hukum, agresif, gegabah, impulsif, dan gagal dalam merencanakan sesuatu (Nida AL Hasanat, 2004 : 24).
David & Neale juga menambahkan psikopati (Sosiopati) disamping gangguan kepribadian antisosial. Orang dengan psikopati dengan tidak memiliki rasa malu, miskin emosi baik emosi positif maupun negatif. ‘Charming’ dan memanipulasi orang lain untuk mencapai tujuannya. Kurang mengalami kecemasan sehingga tidak belajar dari kesalahannya. Karena tidak memiliki emosi positif, ia menjadi orang yang tidak memiliki tanggung jawab dan ‘tega’ terhadap orang lain (Nida AI Hasanat, 2004 : 26).
Menurut teori biologis, gangguan ini disebabkan beberapa faktor, yaitu : (a) kelebihan kromosom Y (laki-laki), menyebabkan pola XYY bukan XY yang normal pada kromoson 23. tapi teori ini tidak diterima, (b) Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki, (c) adanya keabnormalan pada otak, (d) karena kurang belajar dan perhatian yang neuropsikologis, dan (e) karena faktor keturunan. Sedangkan menurut teori psikologis, gangguan ini disebabkan oleh : (1) kondisi keluarga yang disharmoni dan ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak, (2) orang tua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar, (3) orang tua yang tidak menunjukkan afeksi, (4) pendidikan yang didapat kurang memadai, dan (5) adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial. Juga adanya penelitian korelasional yang menunjukkan bahwa banyak orang antisosial yang depresif dan cemas. Hanya saja belum ditemukan apakah itu penyebab atau dampak dari gangguan kepribadian antisosial (Martaniah, 1999 : 71).
a. Psikoterapi. Jika pasien merasa bahwa mereka berada diantara teman-teman sebayanya, tidak adanya motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri (selfhelp group) akan lebih berguna dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan. Tetapi, ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku merusak pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman, ahli terapi harus menggagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan dengan orang lain.
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi digunakan untuk menghadapi gejala yang diperkirakan akan timbul, seperti kecemasan, penyerangan dan depresi. Tetapi, karena pasien seringkali merupakan penyalahguna zat, obat harus digunakan secara bijaksana. Jika pasien menunjukkan bukti-bukti adanya gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas, psikostimulan seperti methylphenidate (Ritalin), bisa digunakan.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL
Orang dengan gangguan skizotipal adalah sangat aneh dan asing walaupun bagi orang awam karena mereka memiliki gagasan yang aneh, pikiran magis, gagasan menyangkut diri sendiri, waham dan derealisasi yang merupakan bagian dari dunia orang skizotipal setiap harinya. Dunia mereka terisi oleh hubungan khayalan yang jelas dan ketakutan dan fantasi yang mirip anak-anak. Ada kecenderungan bahwa mereka percaya jika mereka memiliki kekuatan pikiran yang khusus. Mereka mungkin mengakui bahwa mereka memiliki ilusi perseptual atau mikropsia atau orang terlihat oleh mereka sebagai kayu atau jadi-jadian. Pembicaraan dengan orang yang mengalami gangguan kepribadian skizotipal mungkin aneh atau janggal dan hanya memiliki arti bagi diri mereka sendiri. Menurut David & Neale dalam Nida AI Hasanat, orang tua dengan skizofrenia mempunyai resiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan kepribadian skizotipal. Pada penemuan lain juga menunjukkan bahwa orang tua dengan gangguan jiwa lain juga mempunyai resiko yang sama untuk memiliki anak dengan gangguan kepribadian skizotipal (2004 : 10).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock : 253):
a. Psikoterapi. Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan kepribadian skizotipal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa pasien terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh dan okultis. Ahli terapi tidak boleh menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas mereka.
b. Farmakoterapi. Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalam menghadapi gagasan mengenai diri sendiri, waham dan gejala lain dari gangguan dan dapat digunakan bersama-sama psikoterapi. Penggunaan holoperidol dilaporkan memberikan hasil positif pada beberapa kasus, dan antidepresan digunakan jika ditemukan suatu komponen depresif dari kepribadian.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Menurut David & Neale dalam Nida UI Hasanat, orang dengan gangguan kepribadian skizoid ditandai dengan tidak adanya keinginan dan tidak menikmati hubungan sosial, mereka tidak memiliki teman dekat. Orang dengan gangguan ini tampak tidak menarik karena tidak memiliki kehangatan terhadap orang lain dan cenderung untuk menjauhkan diri. Jarang sekali memiliki emosi yang kuat, tidak tertarik pada seks dan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan (2004 : 5).
Mereka mungkin menjalani kehidupan mereka sendiri dengan kebutuhan atau harapan untuk ikatan dengan orang lain yang sangat kecil. Riwayat kehidupan orang tersebut mencerminkan minat sendirian dan pada keberhasilan pekerjaan yang tidak kompetitif dan sepi yang sukar ditoleransi oleh orang lain. Kehidupan seksual mereka mungkin hanya semata-mata dalam fantasi, dan mereka mungkin menunda kematangan seksualitas tanpa batas waktu tertentu. Mampu menanmkan sejumlah besar energi afektif dalam minat yang bukan manusia, seperti matematika dan astronomi, dan mereka mungkin sangat tertarik pada binatang. Walaupun terlihat mengucilkan diri, tapi pada suatu waktu ada kemungkinan orang tersebut mampu menyusun, mengembangkan dan memberikan suatu gagasan yang asli dan kreatif (Kaplan & Saddock, 1997 : 250).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 251):
a. Psikoterapi. Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan kepribadian skizoid mungkin diam untuk jangka waktu yang lama, namun suatu waktu mereka akan ikut terlibat. Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain mengingat kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalannya waktu, anggota kelompok menjadi penting bagi pasien skizoid dan dapat memberikan kontak sosial.
b. Farmakoterapi. Dengan antipsikotik dosis kecil, antidepresan dan psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa pasien.
GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Orang dengan gangguan kepribadian paranoid ditandai dengan adanya perasaan curiga yang berlebihan pada orang lain. Mereka menolak tanggung jawab atas perasaan mereka sendiri dan melemparkan tanggung jawab pada orang lain. Mereka seringkali bersikap bermusuhan, mudah tersinggung dan marah termasuk pasangan yang cemburu secara patologis. Mereka seringkali bertanya tanpa pertimbangan, tentang loyalitas dan kejujuran teman atau teman kerjanya. Atau cemburu dengan bertanya-tanya tanpa pertimbangan tentang kesetiaan pasangan atau mitra seksualnya. Gangguan ini lebih sering terdapat pada laki-laki dibandingkan wanita. Berdasarkan suatu penelitian menunjukkan bahwa paranoid personality disorder banyak terdapat pada pasien dengan skizofrenia dan gangguan delusi (Nida UI Hasanat, 2004 : 11).
Menurut teori psikodinamika, gangguan ini merupakan mekanisme pertahanan ego proyeksi, orang tersebut melihat orang lain mempunyai motif merusak dan negatif, bukan dirinya. Ada kecenderungan untuk membanggakan dirinya sendiri karena menganggap dirinya mampu berfikir secara rasional dan objektif, padahal sebenarnya tidak. Dalam situasi sosial, orang dengan kepribadian paranoid mungkin tampak sibuk dan efisisen, tetapi mereka seringkali menciptakan ketakutan dan konflik bagi orang lain. Dan berdasarkan teori kognitif-behavioral, orang dengan gangguan ini akan selalu dalam keadaan waspada, karena tidak mampu membedakan antara orang yang membahayakan dan yang tidak (Martaniah, 1999 : 74).
Tritment yang dapat diberikan yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 249):
a. Psikoterapi. Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi kelompok, karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi pasien, dan harus diingat bahwa kejujuran merupakan hal yang sangat penting bagi pasien. Ahli terapi yang terlalu banyak menggunakan interpretasi mengenai perasaan ketergantungan yang dalam, masalah seksual dan keinginan untuk keintiman dapat meningkatkan ketidakpercayaan pasien.
b. Farmakoterapi. Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Pada sebagian besar kasus, obat antiansietas seperti diazepam (Valium) dapat digunakan. Atau mungkin perlu untuk menggunakan anti psikotik, seperti thioridazine (Mellaril) atau haloperidol (Haldol), dalam dosis kecil dan dalam periode singkat untuk menangani agitasi parah atau pikiran yang sangat delusional. Obat anti psikotik pimozide (Orap) bisa digunakan untuk menurunkan gagasan paranoid.
KLASIFIKASI DAN DESKRIPSI GANGGUAN KEPRIBADIAN
Dalam Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV), gangguan kepribadian dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu:
a. Kelompok A, terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid dan skizotipal. Orang dengan gangguan seperti ini seringkali tampak aneh dan eksentrik.
b. Kelompok B, terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionik dan narsistik. Orang dengan gangguan ini sering tampak dramatik, emosional, dan tidak menentu.
c. Kelompok C, terdiri dari gangguan kepribadian menghindar, dependen dan obsesif-kompulsif, dan satu kategori yang dinamakan gangguan kepribadian yang tidak ditentukan (contohnya adalah gangguan kepribadian pasif-agresif dan gangguan kepribadian depresif). Orang dengan gangguan ini sering tampak cemas atau ketakutan.
PENYEBAB MUNCULNYA GANGGUAN KEPRIBADIAN
Secara umum, penyebab dari munculnya gangguan kepribadian pada diri seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (Kaplan & Saddock, 1997 : 243-245):
1. Faktor genetika
Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang penilaian multipel kepribadian dan temperamen, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap sosial, kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Sebagai contohnya, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.
Disfungsi system saraf pusat pada masa anak-anak berhubungan dengan tanda neurologist lunak dan paling sering ditemukan pada gangguan kepribadian anti sosial dan ambang. Gangguan kepribadian tertentu mungkin berasal dari kesesuaian parental yang buruk, yaitu ketidaksesuaian antara temperamen dan cara membesarkan anak. Sebagai contohnya, seorang anak yang pencemas dibesarkan oleh ibu yang tenang.
3. Faktor biologis
Hormon. Orang yang menunjukkan sifat impulsif seringkali juga menunjukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol, dan estrone. Begitu pula dengan Monoamin oksidase trombosit (MAO), pelajar perguruan tinggi dengan MAO trombosit yang rendah melaporkan menggunakan lebih banyak waktu dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan pelajar dengan kadar MAO trombosit yang tinggi.
Neurotransmitter. Penelitian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik menyatakan suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut. Kadar 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA), suatu metabolit serotonin, adalah rendah pada orang yang berusaha bunuh diri dan pada pasien yang impulsive dan agresif. Meningkatkan kadar serotonin dengan obat serotonergik tertentu seperti fluoxetine (prozac) dapat menghasilkan perubahan dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas, dan perenungan pada banyak orang dan dapat menghasilkan perasaan kesehatan umum. Meningkatnya kadar dopamine di dalam system saraf pusat, dihasilkan oleh psikostimulan tertentu, misalnya amphetamine dapat menginduksi euphoria. Efek neurotransmitter pada sifat kepribadian elah menciptakan minat dan kontroversi tentang apakah sifat kepribadian dibawa sejak lahir atau tidak.
Elektrofisiologi. Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram (EEG) telah ditemukan pada beberapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisosial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat.
4. Faktor psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Misalnya, suatu karakter oral adalah pasif dan dependen karena terfiksasi pada stadium oral, dimana ketergantungan pada orang lain untuk asupan makanan adalah menonjol. Fiksasi pada stadium anal, yaitu anak yang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala, kikir dan sangat teliti.
Selanjutnya Wilhelm Reich mengajukan istilah “character armor” untuk menggambarkan gaya depensif karakteristik yang digunakan seseorang untuk melindungi dirinya sendiri dari impuls internal dan dari kecemasan interpersonal dalam hubungan yang bermakna. Pendapat Reich memiliki pengaruh yang luas pada pemahaman kontemporer tentang kepribadian dan gangguan kepribadian. Cap kepribadian yang unik pada masing-masing manusia sangat ditentukan oleh mekanisme pertahanan karakteristik orang tersebut.
Jika mekanisme pertahanan berfungsi dengan baik, pasien dengan gangguan kepribadian akan mampu mengatasi perasaan cemas, depresi, kemarahan, mali, bersalah atau efek lainnya. Pertahan disini adalah proses mental bawah sadar yang digunakan ego untuk memecahkan konflik antara id dengan apa yang diinginkan lingkungan.
DEFINISI GANGGUAN KEPRIBADIAN
Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya; kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subjektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian (1997 : 242).
Orang yang mengalami kepribadian biasanya memiliki tingkah laku yang kompleks dan berbeda-beda, berupa (Martaniah, 1999 : 70)
1. ketergantungan yang berlebihan
2. ketakutan yang berlebihan dan intimitas
3. kesedihan yang mendalam
4. tingkah laku yang eksploitatif
5. kemarahan yang tidak dapat dikontrol
6. kalau masalah mereka tidak ditangani, kehidupan mereka akan dipenuhi ketidakpuasan
GENDER INEQUALITIES (KETIDAKSETARAAN GENDER) DI BERBAGAI BELAHAN DUNIA
Jika dikatakan bahwa pola yang umum di dunia adalah bahwa laki-laki memiliki status dan kekuasaan yang lebih daripada perempuan, tetapi ternyata perbedaan ini tidak sama jika dikaitkan dengan lintas cultural (Rosaldo, Lamphere, 1974). Sebagaimana disampaikan diatas kata “seks” dan “gender” kerap kali dipertukarkan dengan cara yang salah. Demikian pula perbedaan berdasarkan biologis antara laki-laki dan perempuan umumnya dilebih-lebihkan dan orang cenderung melihat lebih banyak perbedaan antara laki-laki dan perempuan dan kemudian bisa di identifikasikan oleh test psikologi yang kaku. (Lott, 1990) contohnya, studi yang dilakukan oleh Lumis dan Stvenson (1990) yang meneliti ribuan murid sekolah dasar di Taiwan, Jepang, dan Amerika, menemukan sedikit sekali berbedaan gender. Murid perempuan hanya sedikit lebih baik dalam hal membaca dibandingkan dengan laki-laki, dan murid laki-laki hanya sedikit lebih baik dalam hal matematika dibandingkan dengan murid perempuan, hal ini terjadi pada ketiga negara tersebut. Tetapi ibu di ketiga negara tersebut percaya bahwa perbedaan itu cukup besar. Terlebih lagi, perbedaan gender seringkali muncul secara “natural” dan “didasarkan pada perbedaan biologis” lebih banyak, daripada dijustifikasi oleh fakta.
Pendeknya, perbedaan yang konsisten cenderung lebih kecil, tidak stabil, situasinya spesifik dan orang-orang memproyeksikan kultur mereka sesuai kebutuhan untuk melebih-lebihkannya (contohnya ide tentang kerap kali terjadi eksploitasi gender). Alhasil, perbedaan gender sangat bergantung pada sikap yang mengemuka, kepercayaan, dan nilai. Juga tergantung pada aspek kealaman dari aktifitas yang mana laki-laki dan perempuan saling terlibat untuk survive dalam lingkungan ekologis tertentu. Bermula dari kenyataan bahwa perempuan memiliki tugas untuk melahirkan dan membesarkan anak-anak sehingga mereka tidak diberi tugas untuk melakukan aktifitas yang berbahaya seperti memancing, melaut, atau berburu. Pola dari pembedaan status dari aktifitas kemudian mengemuka dan menciptakan perbedaan status gender. Tentu saja dalam masyarakat informasi seperti Amerika Serikat, aktifitas yang berbahaya sebagai upaya untuk survive tidak begitu diperlukan. Sebagai kesimpulan ditemukan bahwa semakin modern suatu masyarakat, semakin sedikit pula stereotip yang berkembang antara laki-laki dan perempuan (William & Best,1982, 1990)
Beberapa contoh perbedaan gender diberbagai belahan dunia. Di masyarakat Nepal berkembang pola poliandri untuk mencegah tanah pertanian yang dibagi-bagi. Pola normalnya adalah seornag istri hidup di tanah suaminya, tetapi sejak seorang perempuan hanya bisa melahirkan sedikit anak, kemudian pola poliandri menjadi menarik perhatian dilakukan untuk mengontrol populasi. Para laki-laki yang memilih untuk monogamy, tetapi tidak membagi tanahnya, menemukan bahwa konflik diantara istri cukup signifikan sehingga kemudian perkawainan poliandri menjadi suatu hal yang menarik. Dalam pola masyarakat seperti ini bagaimana status seorang perempuan? Dalam keluarga poliandri, biasanya suami pertama adalah boss bagi keluarga, suami yang lain disebut sebagai ayah juga atau saudara ayah. Tidak seperti perempuan yang monogamy, seorang perempuan poliandri memiliki kekuasaan untuk mempermainkan satu suami dengan suami yang lainnya dan hal ini bisa mengkontrol berbagai situasi sesuai dengan kemanfaatan bagi dirinya. Apakah ini merupakan sesuatu yang meningkatkan status perempuan? Ini bukan pertanyaan yang sederhana. Sebab pada hakikatnya, kepala keluarga tetaplah suami pertama. Lalu bisa dikaitkan dengan “siapa pengambil keputusan utama?” Ini juga bisa menjadi diskusi yang menarik, karena “apa itu keputusan yang utama? Menyangkut apa?” apakah berkaitan dengan “apakah kita perlu pergi berperang?” jika ini pertanyaannya maka laki-laki akan banyak menjadi pengambil keputusn utama. Tetapi jika pertanyaannya “Apakah kita perlu untuk memiliki anak lagi?” hal ini kemudian menjadi tidak jelas lagi, siapa yang menjadi pengambil keputusan yang utama.
Suatu hal yang menarik dari kualitas emic dari gender muncul pada perempuan Jepang yang lahir sekitar tahun 1946 dan1955, menurut Iwao, perempuan yang lahir sebelum perang dunia kedua secara jelas hidup dengan nilai-nilai tradisional, inferior dibandingkan dengan laki-laki, tetapi perempuan yang lahir pada tahuan 1946-1955 memiliki status dan peran gender yang sangat berbeda. Generasi ini para perempuannya ‘menguasai’ dompet suami (suami bekerja mencari nafkah dan kemudian memberikannya seluruhnya pada istri, dan istri memberikan sediki bagian pada suami). Jika ia adalah istri yang bekerja maka ia bebas untuk menabung uang yang didapatnya dari pekerjaannya dan bebas menggunakan sesuai dengan keinginannya. Mereka bebas memilih apakah bekerja, sekolah, memasuki organisasi, ikut berpartisipasi dalam partai politik, atau di rumah menuli novel atau puisi. Jika ia memilih bekerja maka ia bebas memilih pekerjaan apa yang ingin dilakukannya. Secara kontras, para laki-laki di Jepang adalah ‘budah’ perusahaan mereka. Mereka harus menghabiskan hampir seluruh waktunya dikantor, tidak bisa mengatur waktunya sendiri, bahkan tidak bisa mengatur waktunya untuk berkumpul dengan keluarga. Maka kemudian muncul ungkapan “ Laki-laki di jepang superior sedangkan perempuannya dominant”
Inilah sulitnya melakukan studi tentang gender. Karena ternyata perbedaan gender sangat berkaitan dengan kultur, waktu dan tempat.
BERBAGAI ALIRAN MENENTANG KETIDAKADILAN GENDER
Berkaitan dengan berkembangnya perilaku yang membedakan gender, maka berkembang pula gerakan yang berusaha untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Mengapa mereka perlu untuk memperjuangkan keadilan gender? Hal ini bisa dijelaskan seperti ini. Gender adalah sesuatu yang dikonstruksikan (dibangun) melalui proses sosial yang cukup panjang dan bukan sesuatu yang kodrati (tidak bisa diubah). Caplan menjelakan bahwa perbedaan perilaku laki-laki dan perempuan tidak hanya biologis tetapi juga melalui proses cultural dan sosial, oleh karena itu, gender berubah-ubah, sesuai dengan situasi masyarakat yang berkaitan dengan waktu, tempat, bahkan dari kelas ke kelas.Perbedaan gender pada akhirnya melahirkan perbedaan peran gender. Jika seorang perempuan bisa melahirkan (biologis) maka wajar pula jika kemudian berperan sebagai perawat, pengasuh dan pendidik anak. Hal ini tidak menjadi masalah jika kemudian tidak melahirkan ketidak-adilan gender, seperti:terjadinya marginalisasi perempuan, adanya subordinasi pada salah satujenis kelamin-umumnya perempuan (contoh: karena nanti hanya akan mengasuh dan mendidik anak, buat apa sekolah tinggi-tinggi), terjadinya stereotype (pelabelan) negative pada perempuan, kekerasan pada jenis kelamin tertentu-umunya perempuan-, beban ganda, dan sebagainya.
Maka kemudian munculah gerakan-gerakan untuk mengkritisi perkembangan masyarakat yang ada. Umumnya gerakan yang memperjuangkan kesetaraan gender disebut gerakan feminis. Gerakan feminis ini memiliki dua mainstream: aliran fungsionalisme dan aliran konflik. Apa sajakah aliran dalam dua arus utama ini? Dan apakah yang membedakan gerakannya satu sama lain? Bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
| Aliran | Nama Gerakan | Sumber Masalah | Tujuan Perjuangan | Solusi yang Ditawarkan |
| Fungsionalis | Feminis Liberal |
| Memperjuangkan kesempatan yang sama dan hak yang sama | Menyiapkan perempuan agar bisa bersaing dlam suatu dunia yang penuh persaingan bebas. Misalnya dnegan program Women in Development |
| Konflik atau sosiologi konflik | Feminis Radikal |
| Melakukan revolusi untuk mengubah gaya hidup perempuan berkaitan dengan pengalaman dan hubungan mereka sendiri terhadap kaum laki-laki | |
| | Feminis Marxis |
| Memperjuangkan agar terjadi perubahan statu perempun melalui revolusi sosialis dengan menghapuskan pekerjaan domestic (rumah-tangga) | 1. Mengelola rumah tangga ditransformasikan menjadi indutri sosial, urusan menjaga dan mendiidik anak menjadi urusan public |
| | Feminisme Sosialis |
| Penghapusan eksploitasi kelas Menentang kapitalisme | Membatasi restrukturisasi pembagian kerja secara seksual |
PRASANGKA BERBASIS GENDER
Mayoritas dari penghuni dunia adalah perempuan. Tetapi, pada kenyataannya dalam banyak kultur, perempuan seringkali diperlakukan seakan mereka adalah kelompok minoritas. Mereka dikeluarkan dari kekuatan politik dan ekonomi, mereka juga menjadi subyek atas stereotype negative dan mereka hadus menghadapi diskriminasi terbuka dalam banyak aspek kehidupan (contoh: seting pekerjaan, organisasi soaial, dan pendidikan tinggi). Ketika memasuki tahun 1990-an situasi ini nampaknya berubah, paling tidak dalam derajatnya. Diskriminasi secara terbuka telah dikurangi dengan adanya legislasi di banyak Negara, dan telah ada semacam pencerahan dari negative stereotype terhadap perempuan. Namun demikian, tetap saja prasangka yang berbasis pada jenis kelamin dalam beberapa konteks tertentu dalam kehidupan. (Glick, Zion &Nelson, 1988; Steinberg&Shapiro, 1982). Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kanekar, Kolsawalla dan Nazareth (1988) yang telah menemukan bahwa pekerjaan yang memiliki prestise tinggi cenderung di nisbatkan pada laki-laki dan jenis pekerjaan yang memiliki prestise rendah di nisbatkan kepada perempuan.
GENDER STEREOTIPE: Teras kognisi dari prasangka terhadap perempuan
Stereotipe adalah konsepsi mengenai sifat suatu kelompok berdasarkan prasangka subyektif dan tidak tepat (KBBI,h.859). Stereotipe pada perempuan lebih berisi hal-hal yang negative dibandingkan stereotype yang dilabelkan pada laki-laki. Sebagai contoh, pada banyak kultur laki-laki diasumsikan memiliki sifat-sifat: bisa mengambil keputusan, agresif,ambisi dan pola berpikir yang logis, dan secara konstras perempuan diberi label: pasif, submisif, emosi tinggi dan sulit mengambil keputusan. Beberapa karakter positif termasuk pula seperti: tekun merawat, sensitive, hangat. Tetapi lebih banyak perangai perempuan lebih sedikit bisa diterima dan hanya sedikit cocok bagi peran-peran yang bernilai seperti: kepemimpinan dan kekuasaan daripada stereotype bagi laki-laki.
Mengapa stereotype ini kemudian merugikan terutama bagi perempuan? Karena stereotype berefek pada penilaian dan evaluasi pada orang-orang tertentu, dan kemudian hal ini akan mempengaruhi persepsi dan perilaku terhadap perempuan, dari banyak orang di seluruh dunia. Dalam kasus stereotype pada perempuan ini berimplikasi secara negative. Umumnya perangai tertentu diasumsikan dibutuhkan untuk mencapai sukses dalam tingkat pekerjaan tinggi seperti manajer, misalnya. Bukankah kita sering mendengar seorang manajer sering diasumsikan sebagai seorang yang botak, asertif, tegas dan cepat mengambil keputusan?
Riset tentang akibat negative dalam gender stereotype terhadap perempuan dalam seting kerja dilaporkan oleh Heilman dkk. Eksperimen ini berulangkali menemukan bahwa perempuan dianggap kurang cocok untuk pekerjaan tradisional yang biasa dilakukan laki-laki dan semua karakteristik perempuan justru menekankan intensitas efek negative dari stereotype terhadap perempuan, contohnya: perempuan yang secara fisik menarik,dianggap memiliki sifat yang lebih feminine sehingga mereka kurang cocok untuk peran manajerial daripada perempuan yang secara fisik kurang menarik. Untuk memberi semangat, implikasi dari gender stereotype dapat dikurangi jika didapat bukti yang jelas akan kemampuan perempuan dan kompetensinya. (Heilman, Martell& Simon, 1988).
Beberapa faktor yang kemudian mendukung berkembangnya stereotype negative terhadap perempuan adalah:
Peran dari Pengharapan
Umumnya perempuan terlihat memiliki harapan atau ekspektasi lebih rendah terhadap kemajuan karirnya daripada laki-laki. Perempuan juga mengharapkan lebih rendah terhadap gaji pada awal dan puncak karir mereka daripada laki-laki. (Major & Konar, 1984). Dan mereka juga beranggapan bahwa gaji yang rendah bagi perempuan adalah sesuatu yang adil. (Jackson & Grabski, 1988). Mengapa perempuan menyakini harapan yang rendah seperti ini? Mungkin karena mereka tahu, dari pengalaman, bahwa rata-rata perempuan lebih rendah pendapatannya daripada laki-laki. Kemungkinan lain adalah perempuan memandang bahwa hubungan antara bekerja dan mendapatkan uang lebih lemah daripada laki-laki, mereka lebih menilai bekerja dari aspek yang lain, misalnya: persahabatan, hubungan dengan sesama pekerja.
Peran dari Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri, sebagaimana kebanyakan orang mengetahui, hal itu adalah prasyarat kesuksesan. Sayangnya, perempuan lebih banyak mengekspresikan kepercayaan diri yang rendah jika dibandingkan dengan laki-laki dalam berbagai situasi yang menuntut peningkatan diri (achievement) (Mc.Carty, 1986). Dalam riset Mc Marty meminta murid laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan tugas yang berkaitan dengan kreatifitas (seperti menemukan kegunaan unik yang lain dari pensil atau hanger kawat) dan masing-masing mendapat feedback atas ide mereka. Beberapa dari mereka telah belajar bahwa mereka telah mengerjakan tugas itu dengan baik, sedang yang lain, sedangkan yang lain merasa tidak terlalu bagus. Grup ketiga tidak menerima feedback. Hasilnya, mengindikasikan bahwa sukarelawan perempuan dalam riset tersebut dilaporkan memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah daripada laki-laki sebelum mereka mengerjakan tugas. Lebih penting lagi, ketika feedback yang positif ditingkatkan agar perempuan lebih percaya diri, itu tetap lebih rendah daripada laki-laki. Akhirnya laki-laki yang tidak menerima feedback samasekali dilaporkan memiliki kepercayaan diri yang sama tingginya dengan perempuan yang menerima feedback yang positif.
Penelitian ini akhirnya menyarankan bahwa feedback yang positif terhadap kinerja merupakan sesuatu yang sangat istimewa bagi perempuan. Meskipun bagi laki-laki tidak adanya feedback semacam ini tidak mengurangi kepercayaan diri mereka. Ketika positif feedback tidak ada dalam banyak situasi, mungkin saja ini merupakan kekuatan subtil yang beroperasi untuk merendahkan perempuan.
Atribusi terhadap Keberhasilan Laki-laki dan Perempuan
Faktor ketiga yang bekerja dalam hal menentang kaum perempuan adalah perbedaan atribusi berkaitan dengan kesuksesan kinerja laki-laki dan perempuan. Beberapa studi menemukan bahwa beberapa orang, mensifati (atribusi) kesuksesan yang dilakukan oleh laki-laki disebabkan karena faktor internal (laki-laki tersebut), seperti usaha atau kemampuan tetapi ketika mensifati (attributing) kinerja yang sama yang ditunjukkan perempuan mereka menganggap itu karena sebab eksternal seperti keberuntungan atau karena tugas yang mudah. (Deaux, 1982; Nieva & Gutek, 1981). Bagi perempuan hasil studi ini bisa mematikan: jika laki-laki sukses dianggap hal itu karena usaha keras mereka dan kemampuan mereka tetapi ketika kesuksesan yang setara dicapai oleh perempuan mereka hanya dianggap mencapainya karena keberuntungan.
Reaksi Negatif kepada Pemimpin Perempuan: Ketika Bahasa Non Verbal bisa menyakitkan.
Sejak kekerasan yang disebabkan oleh harapan sering menimbulkan efek negative, Butler dan Geis (1990) memprediksikan bahwa ketika seseorang dikonfrontasikan dengan seorang pemimpin perempuan, banyak orang akan menampakkan bahasa nonverbal –mimik wajah yang menunjukkan ketidaknyamanan atau penolakan-. Ini tentunya merupakan tamparan yang sangat menyakitkan. Hal ini tentu secara terbuka akan terlihat oleh anggota kelompok yang lain yang bisa menginterpretasikan bahwa hal itu merupakan tanda bahwa pemimpin perempuan itu tidak kompeten atau tidak berhasil dalam perannya sebagai pemimpin. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Butler dan Geis adalah: bahwa pemimpin perempuan menerima tanggapan non verbal negative, lebih banyak daripada pemimpin laki-laki. Lebih jauh lagi, pemimpin laki-laki menerima tanggapan non verbal positif yang lebih banyak setiap menitnya daripada perempuan.
GENDER
Gender sering dikacaukan dengan seks atau jenis kelamin, mengapa? Karena kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris, jika dilihat di dalam kamus tidak jelas dibedakan pengertian sex dan gender. Untuk memahami konsep gender, harus dipahami dahulu perbedaan gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian gender dalam arti jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembedaan berdasarkan bawaan biologis: laki-laki memiliki penis, jakun, dan memproduksi sperma, sedangkan wanita memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Ini adalah ciri-ciri biologis yang melekat dan merupakan bawaan (given), cirri-ciri ini secara permanent tidak berubah dan tidak bisa dipertukarkan satu dengan yang lain, inilah yang kemudian disebut sebagai kodrat.
Sedangkan konsep yang lain adalah konsep gender yaitu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial misalnya perempuan dikenal lemah-lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dikenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dapat saling dipertukarkan. Ada laki-laki yang bersifat lembut, emosional, keibuan ada pula perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri sifat dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misal pada zaman dahulu ada suku suku tertentu yang lebih kuat daripada laki-laki, tetapi hal ini kemudian berubah dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain yang dikenal dengan konsep gender.
Sejarah perbedaan gender (gender differences) antar manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan itu dikarenakan karena banyak hal: 1) dibentuk, 2)disosialisasikan, 3) diperkuat bahkan dikonstruksi secara social atau cultural melalui ajaran keagamaan ataupun Negara.
APA ITU SEKSIS? DAN DARIMANA ASALNYA?
Berbicara tentang perilaku membedakan dalam memandang seseorang berdasarkan jenis kelamin atau sering disebut seksis, merupakan hal yang kompleks dan tidak sederhana. Asal muasal perilaku inipun rupanya tidak bisa dilepaskan dari akar katanya yang ternyata bukan berasal asli dari bahasa Indonesia. Makna kata seksis tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia suntingan Antom M. Moeliono cetakan tahun 1990, dan bahkan tidak diketemukan dalam kamus bahasa Inggris karangan Prof. Drs. Wojowasito –WJS. Purwodarminto cetakan 1980. Namun kemudian didefinisikn oleh Byron dan Byrne pada Buku Social Psychology Understanding Human Interaction bahwa seksis bermakna prasangka berbasiskan gender, juga oleh Anne Powell (1991) Bahasa yang membayangkan bias atau berat sebelah kepada jenis kelamin tertentu.
Dengan demikian, maka ketika kita berbicara seksis sebagai manifestasi sikap atau sudah terwujud dalam perilaku maka kita perlu menelusuri akarnya. Pembedaan perilaku kepada jenis kelamin yang berbeda bisa dijelaskan dengan beberapa konsep dalam psikologi sosial salah satunya adalah konsep dari attribusi yakni Self Serving Bias. Konsep ini adalah sebuah konsep yang bisa diterangkan dengan kata I can do no wrong but you can do no right (Aku tidak bisa salah dan kau tidak bisa benar). Penyimpangan (bias) dalam melakukan atribusi atau pemberian sifat khususnya pada lawan jenis ini terutama muncul pada ketika laki-laki dan wanita terikat pada ikatan emosional atau ikatan seksual seperti perkawinan. (Maas & Volpato, 1989) dan lebih banyak muncul pada laki-laki daripada perempuan (Deaux & Farris, 1977; Hansen& O’Leary, 1985) memang perbedaaan itu tidak selalu ditemukan dalam setiap riset tetapi telah ditemukan dan dipublikasikan lebih banyak sehingga menimbulkan perhatian yang khusus.
Konsep lain yang bisa menjelaskan tentang penyimpangan (bias) ini adalah prasangka (Prejudice) dan juga diskriminasi (discrimination). Apakah beda prasangka dan diskriminasi? Prasangka adalah SIKAP (attitude) biasanya merupakan sikap yang negative yang tertuju kepada anggota dari kelompok masyarakat tertentu, sedangkan diskriminasi adalah PERILAKU (action), biasanya negative, yang ditujukan kepada anggota dari kelompok masyarakat tertentu tersebut. Bagaimana prasangka bisa terjadi? Hal ini disebabkan oleh adanya skema- carapandang kognitif (kognitif framework) untuk mengorganisasikan, menginterpretasi dan memanggil informasi kembali (Fiske&Taylor), jadi seorang yang berprasangka pada sekelompok individu lain memproses informasi tentang kelompok yang diprasangkainya secara berbeda dibanding saat ia memproses informasi tentang kelompok yang lain.. Secara spesifik informasi yang sesuai dengan prasangka mereka akan mendapat perhatian yang lebih daripada informasi yang tidak sesuai dengan prasangka mereka.
Sebagaimana kita ketahui, sikap tidak selalu muncul menjadi aksi yang terbuka (over action). Sebenarnya ada sejumlah jarak yang cukup substansial antara cara pandang seseorang dengan perilaku mereka yang sebenarnya. Demikian pula dalam prasangka. Dalam banyak kasus seseorang yang memiliki sikap negative kepada kelompok tertentu tidak bisa mengkspresikan pandangan negative mereka secara langsung. Hal ini disebabkan karena adanya hukum, tekanan sosial, serta ketakutan jika terjadi pembalasan. Sehingga bisa diambil kesimpulan bahwa diskriminasi adalah bentuk terbuka dari prasangka. Diskriminasi bisa muncul dalam berbagai bentuk: mulai dari yang paling rendah seperti menghindarkan diri, hingga yang paling keras seperti pemecatan dari tempat kerja, pembedaan dalam kesempatan pendidikan, atau terjadi pula dalam pembedaan atau diskriminasi dalam lingkungan tempat tinggal.
Lalu bagaimana tentang prasangka dan diskriminasi berdasarkan gender (jenis kelamin)? Sebelum memahami bagaimana prasangka dan kemudian diskriminasi berdasarkan gender, perlu kita ketahui dahulu definisi dan penjelasan tentang gender.
DAHULU, GEMUK ITU INDAH
Di dalam banyak kultur dahulu, gemuk adalah indah. Pada sebagian masyarakat sampai hari ini seperti di pedalaman Irian Jaya atau di dusun Nigeria, perempuan justru menumpuk berat badan agar tampak lebih menarik. Mereka senang melihat lemak yang berlebihan di bokong, suatu kondisi yang dinamakan steatopygia.
Beberapa suku terasing dan pedalaman memberikan makanan terbaik untuk anak perempuan yang mendekati usia perkawinan. Perut yang paling besar menjadikan mereka pengantin yang paling disukai. Itu terjadi di zaman primitif, sebelum manusia mengenal pertanian dan supermarket. Makanan diburu dan digali, bukan ditumbuhkan dan dipelihara.
Pada masa itu, paceklik adalah masa buruk dan gemuk adalah suatu kebaikan. Lemak tubuh mempertahankan nenek moyang kita bertahan hidup –ibaratnya mereka membawa gudang makanannya sendiri- karena lemak adalah cadangan energi murni.
Tetapi sekarang, sebagian besar orang terutama perempuan menyesali bonus ekstra itu, sebagaimana ditulis oleh editor Magazine Health Books "Prevention", dalam buku The Female Body, terutama jika dihadapkan dengan media yang memuat super model dunia Cindy Crawford, Kate Moss atau Claudia Schiffer. Melihat tubuh gantungan pakaian yang dipromosikan sebagai "ideal" sering sekali membuat perempuan merasa menderita dengan definsi kecantikan yang sempit.
Sedikit banyak "ledekan" yang ditampilkan media televisi atau ukuran-ukuran cantik, seperti tinggi, langsing, putih, feminin, seksi yang diciptakan industri kecantikan -yang kemudian mempengaruhi persepsi masyarakat- kerap membuat orang gemuk merasa tersisih dan tidak punya tempat dalam pergaulan sosial. Kehidupan romantis mereka pun dalam beberapa kasus cukup menyedihkan. Seperti diceriterakan seorang perempuan dalam konsultasi psikologi harian Kompas berikut ini:
"Saya bertubuh gemuk dengan berat badan 64 kg dan tinggi badan 154 cm. Sebagai gadis berbadan subur saya sulit menemukan pasangan hidup. Apakah gadis gemuk seperti saya tidak berhak dan tidak pantas untuk bercinta, dicintai atau mencintai lawan jenisnya? Sebenarnya sejak SMA saya sudah punya "gandengan". Ini diteruskan selama kami kuliah, saya banyak berkorban untuk dia. Saya mengetik makalah dan tugas-tugasnya dan sering menemani dia bekerja di laboratorium, tapi apa lacur, sesudah diwisuda, dia melenggang pergi sambil memeluk sekretaris yang ramping."
Entah mana yang berperan terlebih dahulu dalam menciptakan kondisi-kondisi buruk seperti kisah perempuan gemuk di atas. Apakah, media televisi yang menampilkan citra orang gemuk sebagai orang yang tidak diinginkan, hanya layak dimanfaatkan dan dijadikan obyek lucu-lucuan, yang kemudian berakibat besar dalam hal nasib dan penerimaan sosial terhadap orang gemuk.
Ataukah kesalahan industri kecantikan ynag menguasai dan memprovokasi kesadaran publik lewat media massa sehingga membentuk wacana publik bahwa yang indah dan cantik adalah perempuan yang tubuhnya ramping, kulitnya putih dan feminin.
Atau justru konsep invidu rata-rata orang gemuk sendiri terhadap diri dan tubuhnya -misalnya, mereka merasa tidak mungkin menarik dengan tubuh gemuknya- yang justru membuat mereka minder, putus asa, dan mengisolasi diri dari pergaulan sosial. Dan kenyataan inilah yang kemudian "dipotret" dan diangkat oleh media massa.
![Validate my Atom 1.0 feed [Valid Atom 1.0]](valid-atom.png)